Minggu, 06 Mei 2018 20:41:48

Koordinasi Efektif Wujudkan Kamseltibcarlantas

Koordinasi Efektif Wujudkan Kamseltibcarlantas

Beritabatavia.com - Berita tentang Koordinasi Efektif Wujudkan Kamseltibcarlantas

Karena penyebabnya tampak jelas dan dapat dilihat secara kasat mata. Maka, apabila permasalahan lalu lintas terus terjadi, dapat dipastikan karena ...

Koordinasi Efektif Wujudkan Kamseltibcarlantas Ist.
Beritabatavia.com - Karena penyebabnya tampak jelas dan dapat dilihat secara kasat mata. Maka, apabila permasalahan lalu lintas terus terjadi, dapat dipastikan karena adanya proses pembiaran.
 
Selain menjadi urat nadi kehidupan, lalu lintas juga cermin budaya dan potret modrenitas sebuah bangsa. Negara Indonesia menempatkan lalu lintas dan angkutan jalan pada posisi yang sangat penting. Karena lalu lintas dan angkutan jalan adalah sarana yang strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya  meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Maka  harus ada upaya untuk mewujudkan keamanan,keselamatan,ketertiban,kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas).

Oleh karena itulah, UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara tegas mengamanatkan, negara bertanggungjawab atas lalu lintas dan angkutan jalan dan pembinaannya  dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan tugas fokok dan fungsinya (Tufoksi) masing-masing kementerian maupun Pemerintah Daerah. Para pemangku kepentingan yang terkait dengan lalu lintas dan angkutan jalan harus bersinergi.
 
Sayangnya, proses koordinasi antar instansi belum menjadi upaya yang dapat menjadi solusi efektif untuk mewujudkan Kamseltibcarlantas. Karena upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyebab permasalahan lalu lintas tidak fokus dan bersinergi.
 
Secara kasat mata terlihat, penyebab kemacetan adalah akibat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang tidak terkontrol, sehingga ruas dan panjang jalan yang ada tak mampu menampungnya. Kemudian akibat rendahnya kesadaran tertib berlalu lintas masyarakat serta lemahnya penegakan hukum. Disusul belum tersedianya angkutan umum yang terintegrasi dan terjangkau secara ekonomi.

Tercatat, pada awal 2016 jumlah kendaraan  bermotor di Jakarta sebanyak 17.523.963 unit yang terdiri dari kendaraan roda dua sebanyak 13,085.372 dan roda empat 3.226.009 mobil barang 673.661 dan bus 362.066 serta kendaraan khusus 137.859 unit.

Sementara berdasarkan data Pemprov DKI, rasio panjang dan luas jalan ibukota Jakarta baru mencapai 7,1 persen dari luas wilayah kota Jakarta. Sementara rasio kota-kota besar dunia sudah mencapai 12 persen dari luas kota. Disebutkan, Pemprov DKI hanya mengelola jalan arteri sekunder dengan luas mencapai 8.784.820 meter persegi dengan panjang 562.313 kilometer. Kemudian jalan kolektor sekunder seluas 6.461.873 meter persegi dengan panjang 997.019 kilometer. Serta jalan lokal seluas 26.389.375 kilometer persegi. Semenetara pertumbuhan luas dan panjang jalan di ibukota Jakarta hanya 0,1 persen pertahun. Sedangkan populasi jumlah kendaraan terus meningkat hingga 12 persen per tahun.

Artinya dengan jumlah kendaraan yang hampir mencapai 18 juta unit itu, apabila dijejerkan di seluruh jalan raya di Jakarta, maka mustahil kendaraan dapat bergerak alias macet total. Tetapi, meskipun jumlah kendaraan sudah jauh melebihi jumlah penduduk Ibukota Jakarta bahkan kondisi lalu lintasnya sudah memasuki katagori gawat darurat. Bahkan potensi menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar dari Rp 100 triliun pertahun seperti hasil penelitian Bappenas. Namun, upaya yang dilakukan oleh Pemprov DKI masih parsial yang hanya dapat mengatasi permasalahan di hilir. Sedangkan upaya yang konfrehensif nyaris belum terdengar. Sehingga belum dapat memberikan dampak signifikan terhadap upaya mewujudkan Kamseltibcarlantas.
 
Sejatinya, mewujudkan Kamseltibcarlantas akan lebih mudah dan hemat biaya, jika koordinasi antar instansi menjadi kebijakan yang bersinergi. Misalnya, upaya untuk menekan jumlah kendaraan bermotor yang setiap hari terus bertambah di Ibukota. Dapat membuat  kebijakan bersama untuk menerapkan pembatasan berjangka penjualan dan pembelian kendaraan bermotor  di ibukota Jakarta. Bukan semata lewat kebijakan pembatasan gerak kendaraan seperti sistim genap ganjil yang hanya memindahkan kemacetan dari ruas jalan ke jalan lainnya.

Sedangkan kebijakan yang diterapkan tanpa melalui proses koordinasi antar instansi akan potensi menuai pro kontra. Misalnya, penutupan ruas jalan di Tanah Abang, Jakarta Pusat yang menimbulkan penolakan dari masyarakat bahkan berlanjut pada proses hukum pidana maupun gugatan perdata.

Begitu juga upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran tertib lalu lintas masyarakat. Seyogianya dilakukan sosialisasi lintas instansi secara masif dan konsisten. Atau lewat kesepakatan  memasukkan keselamatan dan tertib berlalu lintas sebagai mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan nasional sejak sekolah dasar. Bukan justru menjadikan operasi seperti operasi Zebra,Simpatik dan Patuh sebagai kegiatan rutin  untuk melakukan penegakan hukum.

Seharusnya menjadi catatan, bahwa pembangunan jalan bukanlah satu-satunya solusi untuk menyelesaikan permasalahan. Sebaliknya, pembangunan jalan menjadi tidak efektif dan kurang bermanfaat, apabila tidak disertai dengan pembatasan jumlah kendaraan. Apalagi pembangunan jalan itu  bukan berdasarkan kebutuhan tetapi karena alasan keinginan atau pencitraan. Seperti beberapa ruas jalan yang dibangun di Ibukota Jakarta dengan tujuan mengurai arus lalu lintas, justru menjadi arena baru terjadinya kemacetan.
 
Sama halnya dengan upaya penegakan hukum. Koordinasi antar lembaga harus menghasilkan  pandangan dan sikap yang sama dalam melakukan penegakan hukum. Seperti amanat undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang jenis dan model kendaraan bermotor yang dapat digunakan untuk angkutan umum. Secara tegas diamanatkan, kendaraan angkutan umum harus berbadan hukum dan dilengkapi sejumlah persyaratan lainnya. Disebutkan juga, bahwa kendaraan roda dua atau sepeda motor bukan angkutan umum.

Anehnya, para pengambil kebijakan justru menyampaikan penafsiran beragam terhadap amanat UU no 22 tahun 2009 sesuai dengan keinginannya, sehingga tidak adanya kepastian hukum.  Akibatnya, aktifitas illegal terus berlangsung dan menjadi tampak seperti legal yang tanpa disadari pembiaran itu potensi menuai konflik. Semoga  pemerintah bukan sedang beternak konflik.O Edison Siahaan

Berita Terpopuler
Berita Lainnya
Kamis, 29 Desember 2022
Sabtu, 19 November 2022
Rabu, 09 November 2022
Sabtu, 22 Oktober 2022
Minggu, 02 Oktober 2022
Minggu, 02 Oktober 2022
Selasa, 20 September 2022
Senin, 12 September 2022
Kamis, 01 September 2022
Rabu, 10 Agustus 2022
Kamis, 30 Juni 2022
Jumat, 10 Juni 2022